Saturday 19 July 2008

ELIT DAN POLITIK IDENTITAS

Abstrak

Secara teoritis, berdasarkan petunjuk manual demokrasi, keputusan politik untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung dapat dikatakan sebagai loncatan kuantum dalam sistem politik Indonesia. Dari pengamatan yang paling umum dan sederhana dampak dari Pilkada adalah terjadinya perluasan dalam partisipasi politik rakyat. Dalam lima tahun setidaknya rakyat mengikuti empat kali Pemilihan Umum. Ibarat mencari kerja, rakyat Indonsia sangat berpengalaman dalam mengikuti dan menyelengarakan proses Pemilu.

Namun, demokratisasi tidak hanya dalam artian prosedural seperti adanya jaminan terserselenggaranya Pemilu yang partisipatif, jujur, adil dan tepat waktu. Lebih dari itu, demokratisasi baru dapat dikatakan berhasil jika mulai bergerak pada level subtansi. Satu syarat yang tidak dapat ditawar untuk sampai ke level subtansi demokrasi adalah lahir dan munculnya aktor demokrasi. Aktor demokrasi dapat muncul disemua strata masyarakat, mulai dari elit dan massa. Munculnya aktor demokrasi pada strata elit akan lebih efektif menuntun perjalanan demokrasi menuju level subtansi.

Terbalik dengan kondisi yang seharusnya tercipta, keberadaan elit lokal justeru menujukan prilaku yang membahayakan demokrasi. Kecemasan dalam melanjutkan transisi demokrasi, seperti munculnya politik identitas tidak terlepas dari prilaku politik dari elit. Dalam kasus perhelatan pesta demokrasi ditingkat lokal atau yang melibatkan masyarakat lokal para elit cenderung melakukan manipulasi terhadap identitas kelompok. Manipulasi yang dilakukan dapat berupa simbol, isu, wacana yang kental dengan unsur etnis, agama, dan wilayah. Ironisnya prilaku tersebut mendominasi setiap kampanye yang dilakukan oleh tim sukses, partai politik dan kandidat dalam kampanye politik. Sebaliknyas usaha untuk pencerdasan politik masyarakat sangat minim dirasakan.

Secara praktis tindakan manipulasi yang dilakukan merupakan jalan pintas untuk menarik simpatik masyarakat. Namun, secara langsung atau tidak langsung prilaku elit di atas justeru berdampak buruk bagi pertumbuhan demokrasi yang hari ini sedang melewati masa-masa transisi. Salah satu situasi yang mencemaskan baik di skala nasional maupun tingkat lokal dampak dari demokratisasi dan desentralisasi adalah munculnya politik identitas. Kelanjutan dari gejala politik identitas tersebut ada muncunya konflik horizontal dan pada ranah yang lebih luas adalah disintegrasi bangsa.

Tulisan ini akan membahas bagaimana perilaku elit politik lokal melakukan manipulasi atas masyarakat dengan mengedepankan identitas kelompok. Agar lebih fokus tulisan akan mengambil kasus Pilkada Gubernur di Sumtera Barat. Pesta demokrasi yang seharusnya ajang pendewasaan dan pencerdasan politik rakyat diracuni dengan praktek, isu, wacana yang berbau identitas kelompok. Tulisan ini, juga akan mepaparkan sejumlah kasus yang muncul akibat manipulasi atas politik identitas tersebut.

3 comments:

Riwayat Attubani said...

memang kita gak percaya pada elit politik yang busuk, dan kita juga komit terhadap mereka yang mau dukung hukuman mati untuk para koruptor gimana pak kita dukung pemimpijn yang mau menegakkan hukuman mati untuk para koruptor.

Riwayat Attubani said...

salam kenal, ya kiat ingin ada pemimpin di neger ini yang mau menerapkan hukuman mati untuk para koruptor

Eka Vidya Putra said...

dengan banyaknya anggota legisltif wajah-wajah baru apakah ada harapan untuk keluar dari penyakit KORUP atau malah akan terus menular ke legislator baru ini