Monday 27 April 2009

Ratusan Ribu Surat Suara Rusak, Tunggu Pengganti KPU Pusat

Sumbar | Kamis, 19/03/2009 09:39 WIB
Rahmat Doni - Padang Ekspres



Ratusan ribu surat suara Pemilu 9 April mendatang yang telah didistribusikan ke kabupaten dan kota rusak saat proses penyortiran dan pelipatan surat suara. Surat suara itu ditemukan dalam kondisi robek, berlobang, terkena tinta pada nama calon dan partai politik (parpol) serta kertas surat suara yang belum dipotong sempurna dari percetakan. 

Surat suara rusak itu meliputi 144.465 lembar untuk DPR RI dengan rincian 56.452 lembar di daerah pemilihan (dapil) I, 88.013 lembar untuk dapil II. Selain itu, 123.616 lembar surat suara rusak untuk DPRD Provinsi dengan rincian dapil I 553 lembar, dapil II 397 lembar, dapil III 50819 lembar, dapil VI 1029 dan dapil V 170818 lembar. Kemudian 24.105 lembar untuk DPD. 

Sementara kerusakan surat suara untuk DPRD kabupaten/kota, hingga kini belum ada laporan dari KPU masing-masing daerah ke KPU Sumbar. “Hal itu akan dikonfirmasikan kembali ke KPU kabupaten kota,” kata Anggota KPU Sumbar Divisi Logistik Desi Asmaret, kepada Padang Ekspres (Group Padang-Today). 

Desi mengatakan, semua surat suara rusak itu akan diganti KPU pusat setelah KPU kabupaten dan kota mengadakan rapat pleno dan melaporkannya secara resmi ke KPU provinsi. Surat suara rusak itu akan dimusnahkan dengan cara dibakar dan disaksikan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan polisi setelah ada instruksi KPU pusat. Saat ini, surat suara rusak tersebut disimpan di gudang logistik KPU. 

Penggantian dan pendistribusian surat suara yang rusak kotak suara, tinta segel dan bilik suara, dilakukan setelah ada instruksi dan pengiriman barang dari KPU pusat. 

”Untuk menjaga keamanannya, pendistribusiannya dikawal petugas kesekretariatan umum bagian logistik provinsi dan kabupaten/kota. Terutama pengawalan untuk pemeriksaan dan penerimaan barang di masing-masing daerah,” tuturnya. 

Dari Rp42,3 miliar anggaran KPU 2009, sebanyak Rp2,4 miliar digunakan untuk biaya rutin kepegawaian, Rp32,9 miliar untuk pengadaan logistik dan Rp7 miliar untuk biaya program dan sosialisasi. 

Dana logistik Rp32,9 miliar tersebut, Rp20,9 miliar akan digunakan untuk pengadaan dan distribusi logistik Pemilu DPD, DPR RI dan DPRD. Sementara untuk pemilihan presiden, sebanyak Rp12 miliar. “Anggaran distribusi logistik masing-masing kabupaten dan kota berbeda karena menyesuaikan dengan sulitnya medan. Namun berapa rinciannya dan daerah mana yang terbesar belum kita bagi,” tukasnya. 

Belajar dari Kesalahan 

Guna menciptakan pelaksanaan pemilu berkualitas, pengamat politik dari Universitas Negeri Padang, Eka Vidya Putra meminta KPU, Panwaslu dan kepolisian belajar dari kesalahan pemilu sebelumnya. “Seharusnya tidak ada lagi kesalahan, baik secara administratif maupun instruktif. Sebab, pemilu sudah berada di ambang pintu,” katanya. 

Eka mengimbau agar seluruh masyarakat ikut berpartisipasi membantu tim pemilu dalam bekerja karena itu tanggung jawab bersama. 
“Jika kita butuh perbaikan, lakukanlah secara bersama-sama. Jangan sampai menyalahkan kerja pelaksana pemilu saja. Tidak seluruh kesalahan bisa kita tudingkan kepada mereka,” tambahnya. 

KPU dan panwaslu harus berupaya pula serius memantau, mengawasi dan mengatur penyelenggaraan pemilu mendatang. Jika tidak mereka akan menuai risikonya sendiri. “Orang yang menabur benih yang tidak baik, maka akan menuai hasil yang tidak baik pula. Sebaliknya, jika menabur benih yang baik dan bernas, maka akan menuai hasil yang baik pula,” tukasnya. [*]

Pemilih Sudah Terbiasa Memilih Nama Calon, Bukan Partai

Maret 21, 2009 

- PADANG – Pemilih di Sumatera Barat sudah terbiasa memilih atau menandai nama calon padan Pemilihan Umum. Bukan tanda pada partai seperti survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) minggu lalu. Hal itu sudah terbukti sejak pelaksanaan Pemilu tahun 2004 di mana sekitar 60 persen pemilih mencoblos nama calon legislatif. 
Hal itu diungkapkan Anggota KPU Sumbar, Husni Kamil Manik kepada padangmedia.com, Rabu (4/3). Husni mencontohkan, untuk Daerah Pemilihan Sumbar I, dari 7 partai yang mendapatkan kursi di DPR-RI, yang menandai nama di atas 50 persen. PBB misalnya, pemilih yang mencoblos nama Caleg sebanyak 59,88 persen. PPP, yang mencoblos nama Caleg sebanyak 61,10 persen. Selanjutnya, Partai Demokrat sebanyak 70,24 persen, PAN sebanyak 62,87 persen, PKS 74,29 persen, PDIP 65,81 persen dan Partai Golkar sebanyak 68,43 persen.

“Hal itu menjelaskan bahwa sejak Pemilu 2004, pemilih telah mengenal Caleg. Mereka lebih banyak mencoblos nama ketimbang mencoblos partai,” ujar Husni.

Data dari Pemilu 2004 tersebut, katanya, menunjukkan bahwa pemilih sejak Pemilu tahun 2004 itu sudah mulai terbiasa sesuai dengan aspirasinya pada calon perorangan, bukan Partai Politik (Parpol). Hal itu, lanjut Husni, sangat bertentangan dengan survei yang dipublikasikan LSI pada minggu kemarin.

Pada hasil survei terbaru yang dilakukan lembaga itu, secara umum ditemukan pemilih lebih banyak yang menandai partai dibandingkan menandai calon. Temuan LSI itu mengindikasikan bahwa para calon dan KPU belum mampu membantu dan meyakinkan pemilih agar menandai calon sebagai indikator peningkatan kualitas pemilu.

Hasil survei LSI menunjukkan, 44 persen dari 2.455 responden menandai partai, 36 persen menandai calon, 12 persen menandai partai dan calon, dan lainnya 9 persen. Hasil itu didapatkan dengan melakukan simulasi pilihan menggunakan surat suara dengan pertanyaan yang diajukan: apa yang dipilih?

Mengomentari survei itu, Husni justru memprediksi Pemilu 2009 justru ada kemajuan. Bukan seperti hasil survei tersebut yang menunjukkan kemunduran partisipasi pemilih.

Hal senada disampaikan pengamat politik, Eka Vidya. Menurutnya, survei LSI harus dilihat dari pertanyaan yang diajukan apa. “Kalau pertanyaannya umum, seperti apa yang dipilih? Sudah pasti yang dijawab adalah partai. Namun, jika ditanyakan, untuk calon yang di bawah ini, siapa yang dipilih? Baru akan dijawab, orangnya atau calonnya,” ujar Eka.

Meski demikian, Eka juga meragukan anggapan soal calon bisa mendongkrak suara partai. Hal itu disebabkan, partai lebih dulu dikenal masyarakat dan pendekatan ideologis pemilih atau masyarakat berada di partai.

Faktor lain yang menentukan suara menurutnya adalah keberadaan caleg itu sendiri. Jika Caleg memang berada di Dapilnya, baru ada kecenderungan masyarakat untuk memilih Caleg tersebut karena yang bersangkutan sudah dekat dengan pemilih. Karena itu, kecenderungan tersebesar pemilih yang akan memilih Caleg adalah untuk tingkat kabupaten/kota. Sebab, Caleg yang akan dipilih biasanya betul-betul berdomisili di sekitar Dapilnya. (romi) padangmedia.com