Friday 14 August 2009

Refleksi Empat Tahun Kepemimpinan GAMMA

Kuncinya, Tuntaskan Reformasi Birokrasi


Kamis, 13 Agustus 2009 , 10:03:00

Empat tahun silam, gegap gempita program good governance and clean government (tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih) menjadi fokus pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman (GAMMA) memimpin Sumbar. Namun kini, jargon itu tidak selantang awal kepemimpinan GAMMA dulu. Sejauh mana pelaksanaan program itu di kabupaten/kota? Komitmen pasangan GAMMA menerapkan prinsip efisiensi, transparansi dan akuntabilitas public pada 100 hari kepemimpinannya, patut diacungi jempol. Bahkan, visi itu dikonkretkan dengan penandatanganan Pakta Integritas bersama Partnership for Governance Reform in Indonesia, bersamaan dengan peresmian Bandara Internasional Minangkabau (BIM).

Di Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Sumbar, Pakta Integritas dijabarkan berupa sistem pelayanan satu pintu (one stop service), guna menciptakan iklim investasi yang kondusif. Sistem ISO 9001:2008 dalam pelayanan pajak kendaraan bermotor di Kantor Samsat. Sistem tender elektronik pengadaan barang dan jasa. Dan baru-baru ini, pengandangan mobil dinas pejabat. Walau wacana itu telah bergulir di awal kepemimpinan GAMMA, namun baru terealisasi memasuki tahun keempat.

Dalam pelaksanaan rekrutmen pejabat, GAMMA membuat terobosan melalui fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan dan tes psikologis. Ini bertujuan agar mendapatkan pejabat pilihan se-Sumbar. Terobosan itu bukan tanpa kritikan. Nada-nada sumbang jamak tersiar di tengah masyarakat terhadap implementasi program itu. Reformasi birokrasi di lingkungan Pemprov Sumbar terasa berjalan lamban. Apalagi, di pemerintahan kabupaten/kota. Faktanya di lapangan, praktik percaloan, pungli dan birokrasi berbelit, masih saja ditemukan di sejumlah pelayanan publik. Itu terjadi di semua level, baik instansi vertikal, provinsi hingga kabupaten/kota.

Sebut saja pungli di jembatan timbang oto (JTO), percaloan pajak kendaraan bermotor, Kantor Imigrasi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pelayanan publik lainnya.Ketua Kadin Sumbar Asnawi Bahar menilai, kunci kesuksesan pembangunan terletak pada integritas dan kapasitas sang eksekutor alias birokrasi. Reformasi birokrasi adalah simpul kemajuan ekonomi dalam mendorong dunia usaha, dan peningkatan pelayanan publik. Dari perspektif dunia usaha misalnya. Hingga kini, Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi menyebut baru sekitar 7 kabupaten/kota yang telah membentuk kantor pelayanan terpadu, sesuai amanat peraturan menteri keuangan. Padahal, tenggat waktu pembentukannya telah berakhir Januari 2009 lalu.

Alhasil, jangan heran bila satu daerah dengan daerah lain di Sumbar, berbeda pelayanan perizinan usahanya. Baik dari segi biaya, lama pengurusan, kepastian hukum, dan kemudahan lainnya. “Kami dari Kadin mengalami perlakuan itu di kabupaten/kota. Jujur, masih banyak kebijakan kabupaten/kota belum proinvestasi. Memang one stop service juga, tapi satu meja berhenti, di meja lain berhenti lagi,” sindir Asnawi yang juga ketua Asita Sumbar. Paralel dengan itu, pelayanan publik juga demikian. Warisan Orde Baru masih kuat mencengkeram mental dan pola kerja aparatur daerah, dari dilayani, menjadi melayani. Ini tercermin dari kecilnya anggaran publik ketimbang anggaran aparatur dalam APBD kabupaten/kota se-Sumbar.

Dari hasil survei Syafii Ma’arif Institute baru-baru ini, terungkap bahwa kebijakan pemkab/pemko belum prorakyat, propoor (kemiskinan) dan pro-usaha, sebagaimana menjadi RPJM nasional 2004-2009. Terkait penegakan hokum, peraih Bung Hatta Award Antikorupsi, menyerahkan sepenuhnya pada aparatur hukum menindak anak buahnya yang terlibat korupsi.

Masih Banyak PR

Meski duet GAMMA sudah berbuat, namun Peneliti Senior the Habibie Center Andrianof Chaniago mengatakan, duet kepemimpinan ini masih perlu bekerja lebih keras lagi. Ia melihat, sejauh ini terobosan yang dilakukan belumlah maksimal. Percepatan yang dilakukan, boleh dibilang kurang bergerak maju.
Kendati tahun lalu pertumbuhan ekonomi (PE) Sumbar bisa melewati 6 persen, Andrianof menilai prestasi itu masih lumayan. Pasalnya, imbas positif terhadap PE itu belum sepenuhnya terasa di masyarakat elite bawah. Penilaiannya bisa dilihat dari angka pengangguran, kemiskinan, kualitas pelayanan kesehatan, atau kesejahteraan masyarakat.

“Pertumbuhan yang terjadi belum berkualitas. Sebab, belum sepenuhnya memberikan pengaruh langsung terhadap masyarakat. Selain itu, peningkatan itu belum memberikan imbas pada peningkatan sektor lain. Begitu juga kesempatan orang bekerja,” Kata rang Padang ini. Penilaian tak jauh beda juga diungkapkan pengamat kebijakan publik Eka Vidya. Ia malah berharap duet kepemimpinan ini (terutama Gamawan) bisa membuat terobosan yang pernah dibuat selama di Kabupaten Solok. Kendati kewenangannya terbatas, seharusnya tetap ada terobosan yang fenomenal.

“Kita bisa berkaca pada keberhasilan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad dalam menjalankan roda pemerintahannya. Ia bisa berbuat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Malahan itu bisa mengangkat keberadaan provinsi yang sebelumnya belum dikenal. Sekarang, siapa yang tidak tahu provinsi tersebut,” kata peneliti muda ini.

Namun begitu, baik Andrinof maupun Eka Vidya, memuji GAMMA dalam membuat fondasi hubungan harmonis antara gubernur dengan bupati/wali kota se-Sumbar dengan melaksanakan rapat koordinasi sekali dua bulan. Kendati pertemuan itu belum memberikan jaminan, apakah setiap kesepakatan itu terlaksana atau tidak.
Gamawan sendiri memahami persoalan itu. Semua itu menurutnya tak lepas kian terbatasnya kewenangan kewenangan gubernur dalam menjalankan roda pemerintahan. Pa­salnya, otonomi daerah, kewenangan gubernur dalam UU Nomor 32 tahun 2004 ten­tang Pemda sangat terbatas. Kewenangan eksekusi kebijakan ter­kait kepentingan masyarakat, mayoritas berada di kabupaten dan kota. (***)

No comments: